“Baik dalam risalah kenabian, imperium dunia, sampai kepada perilaku unik prajurit-prajurit lebah.”
“Dan Katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS.At-Taubah [9]: 105)
Kata bekerja di dalam Al-Qur’an mengantarkan alur pikir kita pada kebenaran bahwa Islam bukanlah sekedar konsepsi akan tetapi aplikatif, bukan sekedar idealitas yang berujung pada utopia akan tetapi harus merealitas di alam nyata sebagai mana sejarah telah mencatat bumi telah dimakmurkan oleh kerja-kerja generasi Rabbani (Khilafah Islamiah) yang telah meng-Islamisasi 2/3 belahan bumi meliputi Asia, Eropa, dan Afrika selama 13 abad lamanya. Mereka menyemai Islam bukan dengan bekerja serampangan, akan tetapi sebuah pekerjaan yang mempertemukan antara manajemen manusia dengan petunjuk Tuhan! Seperti kalimat yang diungkapkan oleh Anis Matta bahwa mereka adalah “akal-akal raksasa yang tercerahkan oleh wahyu.”
Dalam terminologi “bekerja,” kita mengenal Istilah amal jama’i/team work, yang secara sederhana berati sekelompok orang terdiri atas ketua dan anggota yang bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Amal jama’i tidak hanya berdefinisi sebagai sebuah kelompok kecil, akan tetapi bisa juga diartikan dalam kelompok yang lebih besar seperti pengelolaan daerah, pulau, negara, bahkan dunia.
Dalam lingkup gerakan mahasiswa, memerlukan segala potensi SDM dengan beragam potensi, bakat, dan kecenderungan. Kesemuanya itu harus diaduk dengan baik dalam wadahamal jama’i, pas takarannya dan sesuai dengan tuntunan resep, agar menghasilkan kue gerakan yang lezat. Oleh karena itu kemampuan membangun, dan menyalurkan potensi secara tepat sangat diperlukan dalam meningkatkan kualitas amal jama’i sebuah gerakan.
Dalam konteks gerakan dakwah, kita mengenal istilah “terorganisir” yah sebagaimanakhulafaurrasyidin ke empat Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa “kebatilan yang terorganisir mampu mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir,” dalam organisasi gerakan dakwah “terorganisir” adalah kata kunci sukses sebuah amal’jama’i sebagai mana firman Allah:
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (QS. As-Shaff [61]: 4)
Allah swt mengumpamakan dakwah yang dicintai-Nya adalah dakwah yang di emban secara terorganisir dalam barisan yang teratur sebagaimana kekokohan suatu bangunan akibat dari keteraturan elemen-elemen yang menyusunnya.
Allah swt tidak meridhoi dakwah yang tidak teratur, sebagaimana Allah mengutuk Bani Israil, dalam sejarah Nabi Musa As saat membimbing bani israil. Allah mengutuk bani israil karena tidak melakukan amal jama’i, coba perhatikan firman Allah swt berikut:
Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang Telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata: "Hai Musa, Sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah Perkasa, Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya". Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah Telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan Hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasuki nya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, Karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya kami Hanya duduk menanti disini saja". Berkata Musa: "Ya Tuhanku, Aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu". Allah berfirman: "(Jika demikian), Maka Sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. Al-Maidah [5]: 21-26)
Dikisahkan ketika Nabi Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis (palestina). Mereka diperintahkan untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada didalamnya serta berusaha menguasai tempat itu. Tapi mereka malah takut karena di Baitul Maqdis ada kaum Amalek yang posturnya besar-besar. Padahal mereka ada dibawah pimpinan Musa yang perkasa, yang telah diberikan Allah banyak Mukjizat. Sebenarnya kalau mereka masuk, mereka pasti menang, karena negeri itu telah dijanjikan bagi mereka. Tapi yang sadar hanya dua orang. Selebihnya malah menyakiti hati nabi dengan mengatakan, “Pergilah saja kamu berperang dengan Tuhanmu, kami menunggu”. Atau bahasa lainnya, “Ntar kalo udah menang, kabar-kabari ya”. Karena kekafiran mereka ini, Allah menyesatkan mereka selama 40 tahun berputar-putar di Padang Thif.
Berbicara mengenai amal jama’i dalam konteks yang lebih luas terkait sejarah pergiliran kemenangan dan kekalahan Imperium besar yang pernah mewarnai dunia di zamannya. Amal jama’i adalah sarana, didalam sarana tersebut terdapat substansi yang diperjuangkan bernama ideologi, ideologi inilah yang akan mewarnai konsep manajemen yang diterapkan dalam amal jama’i tersebut. Imperium Romawi dan Persia adalah salah satu kemasan monarki yang telah banyak melakukan penahlukan-penahlukan dengan menggunakan amal jamai. Tata struktur pemerintahan yang terdiri atas raja (sebagai pemimpin tertinggi), senat (sebagai penasihat raja), dan rakyat (sebagai obejek manajemen) adalah bentuk kesungguhan mereka dalam beramal jama’i. sehingga sejarah pun telah mencatat kisah-kisah heroik mereka saat menaklukkan seluruh benua Eropa oleh Kaisar Romawi dan benua Asia oleh Kisra Persia.
Secara karakter manajemen, baik Imperium Romawi, Persia, & Islam masing-masing menerapkan amal jama’i dalam kerja-kerja penaklukan mereka. Namun yang membedakannya adalah substansi yang menjadi ideologi mereka yang berbeda. Romawi dengan ideologi blasteran Yunani dan Kristen yang dikemas dalam bentuk monarki, Persia dengan ideologi majusinyayang juga dalam kemasan monarki, sedangkan Islam dengan ideologi Tauhid dengan kemasan khilafah (kepemimpinan ummat). Islam berhasil menahlukkan Romawi dan Persia karena Islam mempertemukan amal jama’i dengan petunjuk Allah swt _menyatukan antra Agama dan pengelolaan Negara, sedangkan Romawi meletakkan amal jama’i dengan mendikotomikan antara Agama dan Negara, terlebih parah lagi adalah Persia menggabungkan amal jama’i dengan petunjuk Syaithan_penyembahan berhala (Api).
Sebenarnya amal jama’i tidak hanya dilakukan oleh manusia, akan tetapi pada kehidupan binatang, Allah swt dengan kekuasaan-Nya memberikan Ilham kepada mahluk yang dikehendaki-Nya untuk melakukan kerja dengan keteraturan amal jama’i.
Coba perhatikan perilaku lebah, bagaimana mereka membangun istananya diatas pohon, dengan struktur pengorganisasian dengan hierarki Ratu, prejurit/pekerja (lebah pencari makanan, pembuat madu, pembangun sarang, dan penjaga sarang). Mereka sangat terorganisir sehingga dalam masa hidup mereka yang hanya ± 6 bulan, mereka bisa menghasilkan Madu tidak hanya bermanfaat bagi Negara lebah, akan tetapi bermanfaat besar bagi mahluk hidup lainnya terlebih manusia. Tidak hanya itu budaya amal jama’i yang diterapkan lebah adalah Al Qiyadah wal Jundiyah. Sang ratu memberikan perintahnya dengan bijak dan seksama. Kemudian beribu ekor lebah berpencar menyelesaikan tugasnya masing-masing tanpa banyak pertanyaan dan pertengkaran siapa yang harus mengerjakan ini dan itu, seakan-akan seperti dikendalikan dengan remote control mereka membagi tugas masing-masing. Melesat cepat dan bergegas sebelum hari mulai sore. Ibarat prajurit yang sedang bertempur, mereka menyusun strategi dan persiapan. Subahanallah Allah berfirman dalam surat cintanya:
“Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An Nahl [16]: 68-69)
Demikianlah bahwah amal jama’i merupakan budaya kemenangan. Siapapun yang menerapkannya, maka akan mencapai kesuksesan yang sempurna sesuai dengan tunjuan amalnya. Baik dalam Risalah Kenabian, Imperium dunia, sampai kepada perilaku unik prajurit-prajurit lebah.
Aktivis dakwah harusnya menyadari hal ini. Melakukannya dalam tiap kerja-kerja dakwahnya sehingga keberkahan Allah selalu menyertai cita-cita luhur tentang cinta pada-Nya. Cinta Khalid ibd Walid saat menaklukkan Romawi dan Persia, Cinta Salahuddin Al-Ayyubi saat membebaskan Al-Quds, Cinta Muhammad Al-Fatih saat membebaskan Konstantinopel, dan kini giliran kita apa bukti cinta kita? Dengan amal jama’i apa yang telah kita tahlukkan? Bangkit saudaraku! Dengan amal jama’i kita giring diri dan ummat ini menuju Dunia BARU! Dimana Islam menjadi rahmat bagi semesta Alam… wallahu a’lam bisshawab.
0 komentar:
Posting Komentar