REFLEKSI SIRAH NABAWIYAH MERETAS AMAL JAMA’I*
Oleh : Jihad Harun Sandian (Ketua KAMMI Daerah Makassar 2009-2010
Sebagai aktivis dakwah sudah selayaknya kita terus bergerak, berjuang, dan berkontribusi untuk kemenangan gerakan dakwah ke depan. Salah satu risalah utama yang harus difahami sebagai aktivis dakwah dalam menjalankan amanahnya sebagai jundullah adalah mafahim akan amal jama’i.
Amal jama’I merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam rutinitas aktivis dakwah. Karena dalam melakukan kerja-kerja dakwah tidak bisa kita lakukan secara sendiri-sendiri dengan inisiatif-inisiatif pribadi, tapi harus merupakan satu-kesatuan integral yang mencakup seluruh elemen yang siap bergerak dalam sebuah jamaah.
Harapan besar kita sebagai mujahid tidak lain untuk mengembalikan kejayaan Islam yang telah di emban oleh Nabiullah Muhammad SAW, dimana sistem pemerintahan Islam dapat menjadi konstitusi tertinggi dalam mengatur tata kehihupan seluruh umat manusia di muka bumi ini, yang dalam narasi besar kita sebut dengan Peradaban Islam.
Peradaban Islam akan kembali ketika seluruh umat muslim membentuk sebuah jamaa’ah, dimana setiap jamaah butuh amal jama’i. oleh karena itu amal jama’I merupakan keharusan yang wajib berjalan disetiap jama’ah. Karena tanpa amal jama’I, maka jamaah apapun pasti akan musnah. Seperti kata orang bijak wadah tanpa kinerja baikan rumah tanpa penghuni, sesuai dengan kaidah fiqh menyatakan: sesuatu yang tidak sempurna pelaksanaanya kecuali dengannya, maka ia adalah wajib.
Dengan kesadaran akan pentingnya amal jama’I dalam merealisasikan tujuan-tujuan dakwah. Maka wajib bagi seluruh aktivis dakwah untuk beramal jama’i dalam menyelesaikan seluruh amanahnya. Dimana dengan kita beramal jama’i maka seluruh pekerjaan yang berat akan menjadi ringan, yang sulit akan menjadi mudah, tidak ada rasa bersalah dan rasa benar sendiri, setiap kekurangan akan tetutupi, setiap keberhasilan akan menjadi prestasi bersama.
Dalam melakukan amal jama’I kita harus memanfaatkan seluruh potensi yang kita miliki dan potensi yang dimiliki orang lain. Dan menempatkan orang yang tepat untuk mengemban suatu amanah. Hal ini telah dicontohkan Rasulullah SAW dalam sirah dimana amal jama’I yang paling fundamental adalah saat Rasulullah SAW hendak melaksanakan Hijrah ke Madinah.
Rasulullah SAW memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya dan semua potensi dari para sahabat dan orang disekitarnya. Ini dapat dilihat pada sosok Rasulullah SAW sebagai leader dalam mengatur seluruh strategi persiapan Hijrah. Dimana setelah turun wahyu melalui perantara malakaitat Jibril a.s yang menyampaikan sudah saatnya Rasulullah SAW untuk Hijrah. Maka Rasulullah segera menuju kerumah Abu Bakar Radhiyallahu Anhu untuk mengatur strategi.
Hijrah Rasulullah SAW harus dilakukan pada malam itu juga setelah malaikat Jibril menyampaikan wahyu dan berita kalau orang kafir Quraisy sudah sepakat untuk membunuhnya. Seketika itu juga Rasulullah SAW menyampaikan kepada Abu Bakar untuk menemaninya untuk Hijrah. Ali bin Abu Thalib diamanhkan untuk menggantikan posisi Rasulullah SAW di tempat beliau istirahat yang menjadi kesepakatan orang kafir Quraisy untuk membunuh Rasulullah SAW saat sedang tidur. Pada saat Hijrah Rasulullah tidak melewati jalur yang biasa dilewati, tapi Rasulullah SAW bersama Abu bakar mengambil jalur lain yaitu mengarah ke Yaman, dari Makkah keselatan, dimana jalur umum yang biasa dilalui melalui arah utara. Setelah menempuh perjalanan yang jauh akhirnya Rasulullah SAW bersama Abu Bakar memutuskan untuk bersembunyi di sebuah gua yang dikenal dengan nama gua Tsaur. Mereka berdua bersembunyi di dalam gua selama tiga malam, yaitu malam jum’at, malam sabtu, dan malam ahad.
Selama berada di gua Tsaur, Aisyah radhiyallahu anha ditugaskan sebagai penyusup/intelijen di kota Mekkah untuk mengorek informasi akan setiap perkembangan siasat jahat orang kafir Quraisy. Dimana Aisyah setiap hari selama tiga hari Rasulullah SAW bersama Abu Bakar berada di gua Tsaur, maka Aisyah terus memberikan informasi disetiap malam, dan pada akhir malam meninggalkan gua, pagi harinya menyusup ketengah-tengah orang kafir Quraisy.
Rasulullah SAW juga memberi tugas kepada pembantu Abu Bakar yaitu Amir bin Fuhairah yang setiap hari menggembalakan domba-dombanya. Pada petang hari Amir bin Fuhairah menggembala dombanya di dekat gua, sehinga Rasulullah SAW dan Abu Bakar dapat mengambil air susunya. Setelah itu domba-domba digunakan untuk menghapus jejak kaki, agar orang kafir Quraisy yang terus mencari Rasulullah SAW tidak akan mendapakan tempat persembunyian Rasulullah SAW.
Setelah tiga hari berada di gua Tsaur, dimana pencarian orang-orang kafir Quraisy sudah mulai melemah karena tidak menghasilkan apa-apa. Maka Rasulullah SAW memutuskan keluar dari gua Tsaur dan bergerak menuju Madinah. Sebagai petunjuk jalan Rasulullah SAW dan Abu Bakar mengupah Abdullah bin Uraiqith, seorang petunjuk jalan yang sudah matang dan mengetahui seluk-beluk menuju kota Madinah dari arah manapun. Sekalipun Abdullah bin Uraiqith masih memeluk agama orang-orang kafir Quraisy, namun Rasulullah SAW dan Abu Bakar mempecayainya dan menyerahkan dua ekor onta kepadanya. Setelah mereka sudah siap untuk melanjutkan Hijarah, maka datang Asma’ binti Abu Bakar membawakan rangsum makanan untuk perjalanan.
Dari sejarah singkat kisah Hijrah Rasulullah SAW dapat kita melihat dimana Rasulullah SAW menjalankan amal jama’I dengan gerakan yang sangat terstruktur. Mulai dari mengerahkan segala potensi yang dimilikinya dan membangun kepercayaan, kerjasama, pergorbanan dari para sahabat dan orang disekitarnya untuk siap menjalankan misi Hijrah Rasulullah SAW. Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surah As-Saff (4): “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang beriman di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh”.
Ikhwafillah yang inyaAllah mendapatkan ridho-Nya. Jelas sudahlah urgensi amal jama’I dalam mengemban risalah dakwah ini. Dimana setiap amal jama’I tidak pernah terlepas dengan kaidah Al-Qiyadah wal jundiyah. Dimana sebagai seorang Qiyadah kita harus memiliki sifat, sikap, dan perilaku mulia yang tentunya harus disertai dengan kekuatan fisik dan kecerdasan yang memadai. Sebagai jundi kita harus taat sepenuhnya kepada qiyadah. Dimana wujud ketaatan dan pengorbanan seorang jundi kepada qiyadah sangat dicontohkan oleh Abu bakar kepada Rasulullah SAW.
Ketaatan dan pengorbanan yang diberikan Abu Bakar kepada Rasulullah SAW begitu besar, hal ini dapat kita lihat ketika sebagian besar sahabat sudah melakukan Hijrah, maka Abu Bakarpun mangajukan diri untuk pergi Hijrah, tapi Rsulullah SAW melarangnya, Abu Bakarpun menerinya tanpa bertanya dan memunculkan prasangka sedikitpun. Ketika Rasulullah SAW mendapatkan wahyu melalui perantara malaikat Jibril a.s untuk Hijrah, maka Rasulullah SAW mengajak Abu Bakar untuk menemaninya, Abu Bakarpun siap menemani Hijrah Rasulullah SAW. Ketika sampai di gua Tsaur Abu Bakar melarang Rasulullah masuk terlebih dahulu sebelum Abu Bakar membersihkan gua tersebut. Ketika di dalam gua melihat Rasulullah SAW yang begitu lelah, maka Abubakar menyipkan alas tidur untuk Rasulullah SAW dan tanganya dijadikan alas kepala untuk Rasulullah SAW, ketika Abu Bakar digigit serangga diapun tidak bergerak karena khawatir Rasulullah SAW akan terbangun, sampai-sampai Abu bakar meneteskan air mata karena menahan gigitan serangga tersebut. Bahkan ketika mendaki gua yang begitu tinggi dan jauh jalannya, ketika Rasulullah SAW tidak dapat lagi melanjutkan perjalanan maka Abu Bakar memapah Rasulullah SAW.
Terlalu panjang tulisan ini tentunya, kalau kita akan membahas satu-persatu peran para sahabat dan orang lain yang berperan dalam merealisasikan misi Hijrah Rasulullah SAW dalam bergerak dengan amal’jama’i. Melalui tulisan singkat ini kita dapat menarik beberapa hal penting dalam merealisasikan amal jama’i. beberapa hal yang harus kita perhatikan agar amal jama’I dapat berjalan denga baik yaitu: sebagai aktivis dakwah kita harus sadar dalam mengemban amanah dan untuk memenangkan dakwah tidak bisa kita lakukan dengan sendiri-sendiri, sebagaimana Rasulullah SAW sebagai manusia yang paling sempurna, yang secara logis harusnya Rasulullah SAW dapat melakukan misinya tanpa bantuan dari siapapun, tapi justru dengan Rasulullah SAW bergerak bersama dengan para sahabatnya bahkan orang kafir sekalipun Rasulullah SAW menjadikan orang kepercayaannya untuk melakukan misi Hijrahnya. Sehingga atas dasar inilah maka semakin memantapkan keyakinan kita kalau amal jama’I merupakan kewajiban bagi setiap aktivis dakwah, karena kalau Allah SWT mau membuat Rasullah SAW berdakwah dengan sendirinya tetunya itu sangat mudah bagi Allah, tapi inilah pesan penting yang Allah ingin sampaikan kepada seluruh umat manusia yang siap memperjuangkan agama-Nya melalui Rasulullah SAW kalau kita harus melakukan amal jama’I dalam berdakwah. Dengan melakukan amal jama’I kita harus siap diamanahkan dimana saja, dan kita harus bekerja sebaik mungkin. Bukakankah Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita dengan sabdanya: bekerjalah kalian maka orang-orang beriman akan melihatnya. Dengan melakukan amal jama’I seluruh sikap egois dari para aktivis dakwah akan terpatahkan, tidak ada yang merasa lebih mulia, merasa lebih elit, merasa lebih hebat, tapi semuanya merasa sama, karena kita sama-sama bergerak untuk mendapat ridho Allah SWT, bukan bergerak untuk mencari ridho manusia, sebagai Qiyadah kita harus dapat menjadi tauladan, sebagai Jundi kita harus siap taat secara penuh kepada Qiyadah, melaksanakan seluruh hasil kesepakatan (syuro) dengan penuh rasa tanggung jawab, memiliki jiwa pengorbanan (tadhiyah) yang semata-mata hanya untuk mendapat ridho Allah SWT. Menghilangkan segala bentuk ketakutan dan melawan segala bentuk kemaksiatan agar Allar senantiasa memberi petunjuk dalam memperjuangkan agama-Nya.
Mari Saudaraku kita bulatkan tekad untuk terus berjuang dan mengorbankan segala potensi yang kita miliki, karena setiap kita (manusia) sudah benrjanji untuk menggadaikan harta dan jiwa kita di jalan Allah untuk mendapatkan Jannah-Nya. Dari saudaramu Jihad Harun Sandiah